PondokPondok pesantren Jamsaren berlokasi di Jalan Veteran 263 Serengan Solo. Ponpes ini pertama berdiri sekitar tahun 1750. Dalam sejarahnya, pondok ini melewati dua periode, setelah mengalami kevakuman hampir 50 tahun, antara 1830 – 1878.
Semula, pondok pesantren yang didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IV ini hanya berupa surau kecil. Kala itu, PB IV mendatangkan para ulama, di antaranya Kiai Jamsari (Banyumas). Nama Jamsaren itu juga diambil dari nama kediaman Kiai Jamsari yang kemudian diabadikan hingga sekarang.
Vakumnya pondok pada 1830 disebabkan terjadinya operasi tentara Belanda. Operasi itu dimulai lantaran Belanda kalah perang dengan Pangeran Diponegoro pada 1825 di Yogyakarta. Karena kalah, Belanda melancarkan serangkaian tipu muslihat dan selanjutnya berhasil menjebak Pangeran Diponegoro. Karena itu pada 1830, para kiai dan pembantu Pangeran Diponegoro di Surakarta dan PB VI bersembunyi dan keluar dari Surakarta ke daerah lain, termasuk Kiai Jamsari II (putra Kiai Jamsari) dan santrinya.
Setelah sekitar 50 tahun kosong, seorang kiai alim dari Klaten yang merupakan keturunan pembantu Pangeran Diponegoro, Kiai H Idris membangun kembali surau tersebut. Tentu lebih lengkap dan diperluas dari kondisi semula. Di tangan Kiai Idris inilah Jamsaren mencapai puncaknya.
Selain mengelola Ponpes Jamsaren, Kiai Idris saat itu juga mengelola Madrasah Mamba’ul Ulum yang didirikan Kraton Surakarta. Sejumlah tokoh pergerakan nasional dari berbagai daerah tercatat pernah belajar di madrasah tersebut.
Sedangkan di Jamsaren, ribuan santri dari berbagai penjuru Asia Tenggara datang berguru kepada Kiai Idris yang dikenal sangat ‘alim dan juga menjadi mursyid Thariqah Naqsyabandiyah tersebut.
Di antara nama-nama besar yang pernah nyantri Kiai Idris adalah Kiai Mansyur (pendiri Ponpes Al-Mansyur Klaten), Kiai Dimyati (pendiri Ponpes Termas, Pacitan), Syeich Ahmad al-Hadi (tokoh Islam kenamaan di Bali), Kiai Arwani Amin (Kudus), Kiai Abdul Hadi Zahid (pengasuh Ponpes Langitan).
Bahkan setelah Kiai Idris wafat pada tahun 1923, nama besar Jamsaren masih menjadi rujukan bagi para orangtua untuk mengirim anaknya nyantri. Banyak tokoh besar tanah air merupakan lulusan atau pernah belajar agama secara intens di Jamsaren generasi berikutnya.
Sebut saja misalnya Munawir Sadzali (mantan Menag), Amien Rais (mantan Ketua MPR), KH Zarkasyi (pendiri Ponpes Gontor), KH Hasan Ubaidah (pendiri dan pimpinan LDII) serta sejumlah nama lainnya. Jamsaren, sebuah pesantren kuno yang telah menyemai tumbuhnya banyak tokoh di negri ini.
Tokoh sentral yang terakhir memimpin pesantren ini adalah KH Ali Darokah. Setelah KH Ali Darokah wafat tahun 1997, Jamsaren dipimpin oleh sebuah dewan sesepuh. Sedangkan sebagai pelaksana keputusan, semua kegiatan dipimpin Mufti Addin selaku lurah pondok